Wednesday, December 20, 2006

Terima Kasih

"Sorry seems to be the hardest word" dan "Hard to say I'm sorry". Demikian kata para penyanyi untuk menunjukkan betapa sulitnya kita meminta maaf. Namun ternyata ada kata lain yang biasanya tidak mudah kita ucapkan: terima kasih (thanks, danke, merci, gracias, shukran, arigato gozaimasu, matur nuwun, hatur nuhun, matur suksama ..., etc). Seorang teman kebingungan saat-saat awal kuliah di Jerman, karena setiap selesai kuliah/kelas terdengar suara riuh rendah tangan mahasiswa mengetuk-ngetuk (memukul) meja/bangku di kelas. Setelah beberapa kali kuliah, ada seorang temannya yang mengetahui dia tidak ikut mengetukkan tangan di meja, kemudian mengingatkan dia agar ikut mengetuk meja jika kuliah sudah selesai. "Mengapa harus mengetuk meja?", tanyanya. Temannya lalu menjelaskan bahwa itu adalah tradisi di Jerman untuk menghargai dosen yang telah memberikan kuliah. Wah, seperti tepuk tangan saja kayaknya ya. :-P

Pada awal-awal saya menjadi asisten di Universiti Teknologi Petronas Malaysia, saya juga mengalami kekagetan yang sama seperti teman saya tadi. Setiap selesai mengampu tutorial di kelas atau sehabis praktikum di lab, para pelajar (mahasiswa) mendatangi saya dan mengucapkan terima kasih. "Thank you sir", kata mereka. Ini bukan hal yang biasa saya temui di Jogja. Saya belum mengkonfirmasi apakah di tempat lain di Indonesia juga sama, tapi beberapa teman yang berasal dari daerah yang berbeda ketika saya tanya mengatakan hal yang sama: ketika kelas bubar, para mahasiswa kebanyakan langsung saja keluar tanpa menyapa dosennya (beberapa mengerubungi dosen sambil menyodorkan flashdisk untuk mengkopi bahan kuliah yang baru saja ditayangkan) :-).

Apa yang saya alami di UTP itu menarik bagi saya. Bukannya kita gila terima kasih, karena toh apa yang kita lakukan adalah tugas yang memang sudah seharusnya kita jalankan tanpa mengharap terima kasih. Namun, saya coba berfikir, apa yang ada di balik peristiwa itu (ceile...). Apa kira-kira yang mendorong para mahasiswa mengucapkan terima kasih di setiap akhir kuliah. Boleh jadi kita berfikir bahwa itu hanyalah tradisi semata, namun kalau melihat raut wajah mereka, kelihatannya mereka melakukannya dengan tulus. Tentu saja itu adalah tradisi yang baik, dan membentuk suatu tradisi tentu saja tidak mudah dan memerlukan waktu yang sangat panjang, karena menyangkut perubahan mindset. Lumrahnya, seseorang akan menyampaikan terima kasih apabila dia memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi dia. Dengan demikian, secara positif kita berfikiran bahwa para mahasiswa tersebut merasa memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari kita dalam kelas yang kita ampu tadi hingga mereka merasa "berkewajiban" untuk mengucapkan terima kasih. Hanya saja yang perlu kita renungkan adalah: apakah kita "berhak" untuk menerimanya, jika kita bandingkan dengan apa yang telah kita berikan pada mereka. Sebagai pendidik, adalah suatu kebahagiaan tersendiri ketika apa yang kita sampaikan pada anak didik (padahal belum tentu anak-anak lho) dapat diterima dengan baik, apalagi kalau sampai mereka merasakan manfaatnya. Namun bagi saya, tidak ada tempat berhenti untuk berpuas diri sampai di sini; hal itu memotivasi saya untuk lebih meningkatkan lagi kinerja saya, dengan harapan agar penerimaan mereka tidak berkurang. Dengan demikian, proses pembelajaran oleh mahasiswa yang kita fasilitasi adalah sesuatu yang bersifat manusiawi dan melibatkan perasaan, bukan hanya sekadar transaksi seperti halnya jual beli barang, atau hanya sekadar menjalankan tugas seadanya. Coba: kebanyakan dari kita memiliki sense of appreciation yang relatif rendah. Berapa banyak kita yang memberi apresiasi pada hasil kerja mahasiswa dalam mengerjakan tugas. Tidakkah sebaiknya kita juga berterimakasih pada mereka ketika mereka mengumpulkan tugas dengan baik dan tepat waktu: "Terima kasih telah membantu memperlancar proses pembelajaran yang telah dirancang", misalnya.

Pengalaman yang lebih menarik lagi, tidak cukup dengan mengucapkan terima kasih, seorang teman yang kelas yang diampunya semua mahasiswanya adalah laki-laki, ketika selesai kuliah semua mahasiswanya tadi antri untuk menyalami dia. Pemandangannya kira-kira sama seperti saat pamitan kenduren :-P. BTW, ini adalah salah satu dari banyak hal baik yang dimiliki oleh masyarakat Malaysia dalam pandangan saya. Two thumbs up deh.

Ucapan terima kasih memang menimbulkan energi positif baik pada si pemberi maupun si penerima. By the way, energi positif tersebut dapat bernilai lebih tinggi lagi apabila kita memberikan lebih dari ucapan terima kasih. Ucapan itu kan disampaikan sebagai ganti atas apa yang telah diberikan oleh si penerima pada pemberi, yang dapat berupa barang, jasa, maupun ucapan, dukungan moril, dan lain-lain. Sebagai muslim, adalah lebih afdol jika kita juga mengucapkan jazakallahu khayraan misalnya. Dengan kata lain, kita mendo'akan orang yang telah membantu kita tersebut dengan do'a semoga Allah Swt membalasnya dengan kebaikan. Bayangkan apabila ketika mendengar do'a tersebut, orang yang kita terimakasihi membalasnya lagi dengan do'a yang sama. Maka energi positif yang muncul menjadi berlipat-lipat semakin besar.

{2006 @ malaysia}

see other Culture Shocks

Friday, December 01, 2006

Berlalulintas dengan Baik

Ada unit kepolisian Canada yang menggunakan kuda sebagai tunggangan (lihat gambar). Aksi juga ya, biasanya mereka bertugas di pedesaan sehingga mudah untuk mengejar penjahat yang melarikan diri melewati pegunungan dan hutan. Cerita-cerita kali ini ada yang berhubungan dengan polisi terutama saat berlalulintas.

Suatu summer kami berbanyak orang pergi ke daerah pedesaan di sebelah selatan New Brunswick dekat pembangkit listrik tenaga air. Di sebelahnya ada danau yang cukup besar hingga angin dapat menyebabkan terjadinya ombak kecil. Di tepi danau ditimbun pasir yang diambil dari pantai. Orang-orang di situ menyebut tempat itu beach alias pantai karena kalau ke pantai yang sesungguhnya jaraknya cukup jauh (Orang Canada benar-benar seleranya rendah deh untuk urusan perpantaian. Pernah kami pergi ke Saint John dan mengunjungi Tourist Information Center untuk menanyakan pantai yang terbagus di sana. Oleh petugasnya kami diberi petunjuk jalan ke pantai yang terbagus menurut catatan mereka. Namun betapa kecewanya kami ketika sampai di sana, ternyata gak bagus-bagus amat deh. Bahkan jauh lebih bagus pantai-pantai di Jogja atau Jawa. Dan, pastilah mereka akan sangat terkejut kalau mengunjungi pantai-pantai di Pulau Bali atau Lombok. Dijamin:-) Kami menyewa rumah mobil (caravan) untuk beberapa hari dan menyiapkan barbeque yang merupakan tradisi kami selama musim panas. Tetangga kami di camping ground adalah keluarga dengan beberapa anak kecil. Pagi-pagi saya mengobrol dengan 2 anak mereka yang membawa ular yang diambil dari hutan di sebelah bumi perkemahan tersebut. Kok tidak takut? Kata mereka, salah satu pelajaran di sekolah mereka adalah pengenalan alam yang di antaranya pergi ke hutan untuk mengidentifikasi ular yang beracun ataupun yang tidak, "And this one is not poisonous", kata mereka. Wah ini rupanya bagian dari pendidikan di sana: mengenal alam, sehingga kamu mencintainya, tak kenal maka tak sayang kan. Pagi itu sehabis sarapan buatan sendiri, kami pergi ke pantai. Kebetulan seorang teman ingin menyetir, maka kami persilahkan menyetirlah dia ke pantai danau tadi. Di perjalanan kami lihat jauh di muka ada truk yang berjalan ke arah kami dengan laju yang cukup cepat. Kayaknya pengemudi truk itu mabuk deh, mosok jalan bukan di sisi yang benar. Maka teman saya tadi mengklaksonnya. Anehnya si pengemudi truk malah gantian mengklakson dan menyalakan lampu jauh. Wah, bener-bener mabuk nih dia. Ketika truk tersebut sudah agak dekat, tiba-tiba saja salah satu dari kami teringat: lho, di Canada tuh kendaraan jalan di sebelah kanan, bukan kiri seperti di Indonesia. Menyadari hal itu, teman kami segera membanting setir ke kanan dan kembali ke sisi yang benar. Pengemudi truk melintasi mobil kami sambil mengacungkan jempol ke atas dan tersenyum. Jadi, siapa yang mabuk? :-P

Fredericton adalah kota yang dibelah oleh sebuah sungai, yaitu Saint John River. Pusat kota atau downtown terletak di tepian sungai yang cukup lebar tersebut. Dua buah jembatan melintas di atas sungai menghubungkan kedua sisi kota. UNB sendiri terletak di atas bukit hampir 1 km dari sungai. Kami sering turun ke downtown untuk berjalan-jalan di taman yang terletak memanjang di tepi sungai. Taman-taman tersebut diselingi hutan yang di dalamnya sering digunakan untuk bersembunyi para gelandangan. Kegiatan menggelandang merupakan perbuatan melanggar hukum di New Brunswick. Bagi orang yang tidak punya rumah telah disediakan rumah penampungan oleh pemerintah daerah. Makanan serta pakaianpun disediakan secara gratis. Di mall, di pintu keluar supermarket, terdapat kotak yang disediakan bagi pengunjung mall untuk menyumbang makanan atau benda-benda kebutuhan hidup yang lain bagi penghuni rumah penampungan tersebut. Namun, tetap saja banyak gelandangan yang memilih untuk tinggal di luar karena jika tinggal di rumah penampungan tersebut mereka merasa tidak bebas lagi: harus pulang sebelum pukul 10 malam, serta tidak boleh mabuk-mabukan. Alhasil, mereka memilih untuk bersembunyi di hutan misalnya, tentu dengan risiko masuk pengadilan jika tertangkap polisi. Rumah penampungan tersebut dapat dimanfaatkan oleh pendatang jika tidak punya uang untuk menginap dan membeli makanan, atau bagi pendatang yang pelit pada dirinya sendiri dan mau menghemat uangnya :-) Suatu kali, kami bepergian ke sungai, seperti kebiasaaan setiap summer, untuk bermain canoe atau kayak di sungai. Sementara teman-teman berjalan kaki, saya meminjam sepeda seorang teman yang kuliah di community college yang ada di downtown. Terlihat seorang polisi mendekat, kami mengenalinya sebagai polisi taman: menggunakan sepeda juga dan mengenakan celana pendek. Dia menghentikan sepeda saya dan mengingatkan saya untuk menggunakan helm. "Yes sir. I'll wear it. I forgot to bring it by me". Oke, lain kali pakai ya. Saya mengangguk dan dia pergi. Saya sendiri kemudian menuntun sepeda tersebut sampai kami pulang, tidak berani mengendarainya karena tak pakai helm. Betul-betul kota yang teratur berlalu-lintas. Sampai di tamanpun tetap harus berlalulintas dengan baik :-P

Di saat lain, saya pulang dari camp militer di Gagetown (pada bagian lain saya telah bercerita tentang pengungsi Kosovo di Kanada). Gagetown berada di daerah pedesaan yang sepi, sekitar 20 km dari Fredericton. Karena tidak punya kendaraan sendiri, saya menumpang mobil Ali, seorang mahasiswa program doktoral dari Tanzania. Ali ini adalah teman yang menjemput saya dari bandara Fredericton ketika saya tiba untuk pertama kali di sana, dan juga teman yang mengantar ke bandara ketika saya hendak pulang ke tanah air selepas menyelesaikan studi saya. Thanks alot Ali, you are my real brother. God bless you and your family. Sayang sekali kau harus mendapat cobaan fitnah dari orang-orang di negara asalmu. Berdua naik mobil kami menyusuri jalanan desa menuju jalan utama. Sebelum memasuki jalan utama, kami melewati gerbang camp serta melapor ke petugas yang berjaga yang kemudian membukakan palang pintu gerbang camp. Jarak antara gardu jaga dengan jalan utama sangat dekat sekali, sekitar 10 m. Sekeluar dari pintu gerbang, sambil menengok kiri kanan melihat jalan utama yang sepi. Ali langsung membelokkan mobil masuk jalan utama, meskipun kami aware dengan rambu lalu lintas yang bertuliskan Stop, toh jalan sepi gitu kok, tidak ada kendaraan lain selain mobil yang saya tumpangi. Baru sekitar 25 m dari saat kami membelok, terdengar suara sirine dari arah belakang, nguuuung. Saya mengenalinya sebagai suara sirine mobil polisi. Benar, ada mobil polisi di belakang kami. Lhah... dari mana munculnya mobil itu, kok tadi tidak kelihatan sama sekali. Rupanya mobil itu juga baru saja keluar dari camp Gagetown. Ali segera menepikan mobil dan memperlambat jalannya. Mobil polisi tadi melintas di sisi mobil kami. Salah satu officer menjulurkan kepala ke arah kami dan berteriak: "Next time we'll fine you 50 bucks". Kami pun mengangguk-anggukkan kepala pertanda mengerti dan mereka segera melajukan kendaraan serta meninggalkan kami. Ali berkata bahwa kami telah berbuat salah karena melanggar rambu lalu lintas bertuliskan Stop tadi. Sebelum masuk jalan utama, kami semestinya berhenti sampai kendaraan tidak bergerak sama sekali, dan jika kondisi memungkinkan baru boleh menjalankan kendaraan lagi masuk ke jalan utama. Padahal tadi jelas tidak ada kendaraan sama sekali yang melintas di jalan utama ketika kami akan masuk. Tapi tetap saja, di sini kita harus berlalulintas dengan baik. :-P

Dalam hal berlalulintas dengan baik menggunakan kendaraan, SIM (surat izin mengemudi) merupakan benda yang sangat penting yang harus dimiliki pengemudi kendaraan bermotor. Di Indonesia, sudah menjadi rahasia umum secara luas bahwa ujian SIM hanya formalitas belaka. Yang lebih parah lagi bahkan tanpa ujian pun SIM bisa diperoleh dengan mudah. Itulah mengapa tingkat pelanggaran lalulintas di negeri kita tercinta sangat tinggi, sebaliknya etika dan sopan santun berlalulintas kita sangat rendah sekali. Di Kanada untuk memperoleh SIM, seseorang harus mengikuti ujian teori dan ujian praktek mengemudi. Ujian teori biasanya dapat dilakukan dengan mudah karena materinya dapat dipelajari dari buku. Namun yang menjadi momok biasanya adalah pada saat ujian praktek. Seorang teman dari RRC bermaksud mencari SIM, ketika selesai ujian praktek, melihat wajahnya yang sedih kami bertanya: bagaimana Wu, apakah sukses ujiannya? Dia hanya menggelengkan kepala. Kenapa? tanya kami lagi. Rupanya dia menjalankan mobilnya terlalu cepat alias ngebut. Jelas saja dia gagal, karena ngebut atau menjalankan kendaraan melebihi kecepatan yang diperkenankan adalah pelanggaran yang tergolong cukup berat karena membahayakan diri sendiri dan orang lain. Dia baru diperbolehkan ikut ujian lagi setelah 2 minggu. Pada kesempatan berikutnya, dia mengikuti ujian praktek lagi. Sehabis ujian, dia terlihat tertunduk lesu, wah gagal lagi kayaknya. Padahal kan dia sudah belajar dari pengalaman sebelumnya. Kamipun bertanya lagi: bagaimana Wu, apakah sukses ujiannya? Dia kembali menggelengkan kepala. Kenapa? tanya kami lagi. Kamu tidak ngebut lagi kan? Wu menjelaskan bahwa kali ini dia gagal ujian karena menjalankan mobilnya terlalu lambat sehingga terlalu banyak mobil lain yang terpaksa antri di belakangnya. Ada-ada saja :-P

Tapi begitulah, memang petugas di sana tegas dan taat pada aturan yang ada. Seorang teman dari Jakarta membuat SIM internasional sebelum berangkat ke Kanada, dengan harapan dapat menggunakannya di sana. Apa daya ternyata SIM tersebut dianggap tidak berlaku, sehingga dia harus mencari SIM lagi di sana. Seorang teman lain dari Surabaya tidak sempat mencari SIM internasional ketika di Indonesia. Namun dia membawa SIM Indonesianya yang dibuat di Surabaya. Iseng-iseng dia tanyakan ke kantor urusan lalulintas di Fredericton, apakah SIM tersebut berlaku. Petugas agak kebingungan memeriksa SIM tersebut, karena semuanya tertulis dalam bahasa Indonesia, kecuali satu, yaitu: ada tulisannya Driver License. O jadi ini memang surat ijin mengemudi, katanya, lalu dilihatnya ada huruf C besar di latar belakang kartu SIM tersebut. Lho, apa arti huruf C ini, tanyanya. Dengan tenang teman saya menjawab: oh, C itu artinya Car. Petugaspun manggut-manggut, jadi ini surat ijin mengemudi mobil. Akhirnya SIM tersebut boleh dipergunakan oleh teman saya tadi, dengan alasan status teman saya adalah student. Namun ada batasannya. Saya kurang jelas dengan maksud batasan tersebut, apakah artinya dibatasi untuk waktu tertentu atau untuk daerah tertentu, misalnya tidak boleh keluar kota. Yang jelas tak sampai setahun kemudian teman saya mengikuti tes untuk memperoleh SIM di sana. Dia pun harus melakukan ujian praktek, mengemudi di jalan raya dengan ditemani oleh petugas yang duduk di kursi sebelahnya. Saat pertama masuk mobil, petugas langsung membuat catatan di bloknotnya. Teman saya langsung berkeringat dingin: apa kesalahan saya, pikirnya. Rupanya ketika dia masuk mobil, setelah menutup pintu dia langsung memegang kunci mobil dan menstaternya. Padahal menurut aturan, sebelum menstater mobil, yang pertama dilakukan adalah memasang sabuk pengaman, kemudian kita harus memeriksa persneling dulu untuk memastikan posisinya adalah netral, baru boleh menstater mesin. Teman saya menjadi gugup, karena dia mendapat 1 poin kesalahan. Apabila poin kesalahannya telah mencapai 5 maka dia akan dinyatakan gagal dalam ujian praktek ini. Dia jadi berhati-hati dalam menyetir, tapi kemudian ingat kasus si Wu yang gagal karena berjalan terlalu pelan sehingga mengeblok arus lalulintas di belakangnya. Jadi harus agak kencang jalannya, pikirnya. Tiba di perempatan jalan lampu merah menyala, teman saya menghentikan mobil. Si petugas mengatakan sesuatu dan memberi tanda untuk nanti membelok ke arah kiri. Saking gugupnya, teman saya langsung tancap gas dan membelokkan mobil ke arah kiri. Padahal lampu masih berwarna merah, karuan saja persimpangan tersebut langsung jadi riuh dengan suara klakson mobil dari arah depan yang jalannya terpotong oleh mobil teman saya. Petugaspun ikut berteriak-teriak hingga teman saya makin gugup. Akhirnya setelah lolos dari perempatan tersebut, petugas langsung berkata: "Let's go back to office. You almost killed me". Teman saya lemas, itu tanda-tanda bahwa dia telah gagal ujian praktek ini, dan tidak diperbolehkan mengikuti ujian selanjutnya selama minimal 1 bulan :-) Makanya, berlalulintaslah dengan baik dan benar.

{1998-2000 @ new brunswick}

see other Culture Shocks