Tuesday, November 14, 2006

Hotel Mahal

Tiba di Toronto tepat tengah malam. Menurut rancangan semula, saya akan dijemput oleh petugas dari Atomic Energy Canada Limited (AECL). Di imigrasi ada sedikit kesulitan. Dalam form tawaran beasiswa Universiti of New Brunswick (UNB) tertulis bahwa saya harus memiliki izin bekerja (working permit) untuk nanti bekerja sebagai asisten di UNB. Saya sudah menanyakannya ke Kedubes Canada di Jakarta dan mendapat penjelasan bahwa izin tersebut nanti dapat diurus di universitas tujuan (UNB) setiba saya di sana. Oleh petugas imigrasi, izin tersebut ditanyakannya. Saya menjawab sesuai apa yang disampaikan di Kedubes tadi. Namun petugas imigrasi mengatakan saya tidak bisa masuk ke wilayah Canada kalau tidak ada izin tersebut, yang harus diurus di negara asal (Indonesia). Meski saya ngeyel karena merasa dipingpong, lha wong saya sudah sampai di Canada je kok disuruh ke Jakarta lagi, petugas tersebut tetap tidak mau tahu, karena itu tertulis di formulir tawaran beasiswa yang merupakan persyaratan untuk memperoleh student visa. Lantas gimana? tanya saya. Ya kamu harus minta izin dulu di Kedubes Canada di Jakarta. We lah. Lha ini saja baru sampai di Toronto mosok disuruh balik. Akhirnya saya cooling down, meski hati ini ya dag dig dug, lha mau dideportasi balik ke Indonesia, alamat tidak jadi melanjutkan kuliah nih. Saya perhatikan petugas ini masih yunior sekali kayaknya, karena dia sering ke ruang kantor di belakangnya untuk minta advice dari supervisornya ketika melayani penumpang yang baru turun dari pesawat. Lalu saya bilang ke dia: "Could you consult your supervisor about this". Alhamdulillah dia menurut, dan setelah beberapa menit menghilang ke belakang dia mengatakan: "Okay Balza, you may enter Canada. This form is the absolete one. The new regulation allows you to work inside the university without special working permit". Lega sekali. Tapi saya masih curious sekali, sehingga ketika tiba di universitas, saya tanyakan hal ini ke calon supervisor saya yang kebetulan saat itu juga menjabat sebagai Head of Postgraduate Studies Program. Jawabnya, bikin gondok deh: kita mau menghabiskan form yang lama dulu sebelum mencetak form yang baru!! Payah deh. :-) Kene wis deg-degan setengah mati je.

Setelah beres di imigrasi, saya keluar dan celingukan mencari-cari orang yang membawa papan bertuliskan nama saya, setelah sekian puluh menit tidak ketemu juga, akhirnya saya putuskan untuk menelpon perwakilan AECL di Jakarta yang mengurusi keberangkatan saya ke Canada ini. Tengah malam di Toronto berarti sama dengan tengah hari di Jakarta, karena Canada tepat di bawah Indonesia (dengan selisih 11 jam saat winter dan 12 jam saat summer. Lho kok antara musim panas dan musim dingin berbeda? Itu akibat adanya winter saving, yang saya sendiri tidak tahu apa dasarnya sehingga setiap bulan April saya harus mempercepat jam sebesar 1 jam sedangkan pada bulan Oktober harus memperlambat jam sebesar 1 jam). Setelah membeli kartu telepon 20 CAD di vending machine, saya menelepon sekretaris Direktur AECL wilayah Asia Pasifik di Jakarta. Saya diminta menelepon lagi setelah 15 menit karena dia akan menghubungi salah satu pegawai headquarter AECL di Canada yang terpaksa ditelepon ke rumahnya karena di sini sudah tengah malam. Setelah saya telpon lagi ternyata ada kesalahan informasi, dikiranya saya tiba di Toronto pukul 12 tengah hari ;-) Jadi si penjemput baru akan muncul di airport besok siang dan saya terkatung-katung di sini. Padahal penerbangan saya selanjutnya adalah ke Fredericton besok pagi. Akhirnya saya diminta mencari hotel terdekat dan menginap di sana dengan uang sendiri dulu, kalau sudah nanti kuitansinya dimintakan reimburse ke AECL. Ya sudah, saya pergi mencari taksi dan minta diantar ke hotel yang paling dekat. Oleh supir taksi saya dibawa ke Holiday Inn Airport yang terletak di dalam airport Toronto. Wah hotel mahal nih, dari congkrongannya sudah kelihatan. Tapi karena sudah sangat mengantuk setelah menjalan penerbangan selama puluhan jam dari Indonesia, saya langsung check in dan beristirahat di kamar. Paginya saya mendapat wake up call atas permintaan saya sebelumnya dan berangkat ke airport lagi. Ketika melihat billnya, saya cukup kaget juga karena kalau dirupiahkan saat itu saya harus membayar sejumlah sekitar Rp 1.850.000,- hanya untuk menginap selama 6 jam saja. Untung saya membawa cukup sangu dalam bentuk USD. Anggap saja sebagai celengan karena selang beberapa hari kemudian saya mendapat reimburse dari AECL secara penuh. Wah, agak menyesal juga mengapa saya waktu itu tidak memesan room service sebanyak-banyaknya :-) He.. he... itu sih aji mumpung. :-P

-> berikutnya: hotel mahal di Bangkok-

{1998 @ toronto & 2004 @ bangkok}

see other Culture Shocks

3 comments:

Mas Wasis said...

walah....kena tipu ik...tiwas diklik jebulnya belum dibuat...proposal apa to Pak?

none said...

awas tuh kebiasaan orang INFP :p banyak ide tapi ga terealisasi :p

balzach said...

Sudah jadi kok tulisannya. Cuman belum diupload/dipostkan. Biar penasaran, he..he..
m: mana blogmu? ini INFP juga :-P